MenujuIdul Adha, Ini Amalan Hari hari Emas Menurut Ustadz Khalid Basalamah; Ustadz Khalid Basalamah Beber Amalan Bulan Dzulhijjah Melebihi Jihad Fi Sabilillah, Ini Penjelasan Lengkapnya Karomah KH Hasan Genggong Probolinggo Tolong Korban dengan Cara Ajaib 3 Agustus 2022, 12:45 WIB. Ringtimes Bali.

KH. Moh. Hasan GenggongA. Biografi Pengasuh. PERIODE KE II DARI TAHUN 1865 SAMPAI TAHUN 1952 Nama Pembina KH. Mohammad Hasan nama kecil Ahsan bin Syamsudin.Tempat dan tanggal lahir Sentong, Krejengan, Probolinggo-Jatim 27 Rojab 1259H./bertepatan Th. 1840 Pondok Pesantren Sentong dibawah asuhan KH. Syamsuddin, hubungan keluarga paman Almarhum KH. Mohammad Hasan dimulai sejak kecil sampai usia 14 Pesantren Sukonsari, Pojentrek-Pasuruan Asuhan KH. Mohammad Pesantren Bangkalan selama 3 tahun asuhan KH. Mohammad Cholil di Pesantren ini menggembleng diri serta memperdalam semua Ilmu ibadah Haji sekaligus belajar dan memperdalam Ilmu Agama selama 3 tahun di Mekkah Al AlmarhumIndonesia KH. Syamsuddin, KH. Rofi’i Sentong Mohammad Tamin Sukonsari Moh. Cholil Jazuli Nahcrowi sepanjang Chotib Bangkalan Maksum Sentong Arabia KH. Moh. Nawawi Bin Umar Banten Marzuki Mataram Mukri Sundah Bakri bin Sayyid Moh. Syatho Al Husaian bin Muhammad bin Husain Al Habsyi Al Marhum KH. Moh. Hasan semua kanak-kanak serta sahabat-sahabat semasa di perantauan Sukunsari, Bangkalan dan Mekkah adalah cukup banyak. Selain KH. Rofi’i Sentong yang merupakan saudara dan sahabat beliau yang paling akrab, juga beliau-beliau dibawah ini KH. Hasyim Asy’ari Tebuireng Nawawi Sidogiri Nachrowi Belindungan Abd. Aziz Kebunsari kulon Syamsul Arifin Sukorejo Sholeh Pesantren Sa’id Poncogati Dahlan Sukunsari Abd. Rahman Godangan SidoarjoHabib Alwie Habib yang lebih dekat dengan beliau adalah Habib Hasyim Al Habsyi Abdullah Al Habsyi Sholeh bin Abdullah Al Habsyi Hasan bin Umar Al Habsyi Ahmad bin Alwie Al Habsyi Sholeh Al Hamid Tanggul Husain bin Hadi Al Sholeh bin Muhammad Al Muhdar Abu Bakar Al Muhdar Muhammad Al Muhdar Salim bin Jindan Karya Berupa kitab-kitab untuk kepentingan santri Beliau menyediakan waktu untuk membuat karangan-karangan, yang berhasil diinventariser oleh Ahlil Bait antara lain Aqidatul Tauhid Fie Ilmu TauhidNadlam Safienah Fiel FighiAl Hadts Ala Tartibil Akhrufi Hija-iyahKhutbatun NikahKhutbah Jum’atAsy Syi’ru Bil Lughotil ManduriyyahAmaliyah sehari-hariKebiasaan bangun malam, telah menjadi kebiasaan sejak beliau menjadi santri dan kesempatan ini dimanfaatkan untuk melakukan solatullail antara lain Sholat Tahajut, Sholat Hajat. Kebiasaan ini dilaksanakan secara istiqomah setiap hari sampai menjelang waktu tekun menuntut ilmu di pondok, kezuhudan dan kekhusyu’an sudah terlihat dalam diri beliau, dengan demikian dirasakan kenikmatan TUHAN sesuai dengan ayat “Sungguh Berbahagialah orang-orang yang beriman Yaitu mereka yang khusyuk didalam sholatnya”. Ayat ini benar diresapi oleh beliau sekaligus mendo’akan para santri beliau utamanya para putra-putra dan cucu-cucu beliau didalam menegakkan Agama Islam di negara kita tercinta Indonesia. Komunikasi dengan anggota masyarakat untuk mengembangkan Ajaran Islam, hubungan kekeluargaan telah dijalin dengan baik sehingga masyarakat dengan Pesantren Zainul Hasan dapat menyatu, meskipun beliau telah sepuh setiap ada kematian diperlukan hadir begitu pula pengajian dan undangan walimah diutamakan Mengajar. Kegiatan mengajar di pondok dilaksanakan oleh Al Marhum sebagai pertanggung jawab terhadap para wali santri yang telah menitipkan putranya di pondok, amanat ini dilaksanakan oleh Al Marhum secara tekun dan bersungguh-sungguh dengan pengaturan waktu sebagai berikut Setiap ba’da shubuh dimulai jam dan berakhir ba’da ashar sampai menjelang maghribSetiap ba’da Isya’ sampai larut malamKomunikasi dengan Lingkungan. Komunikasi ini sebagai kelanjutan dari Al Marhum KH. Zainul Abidin sebagai realisasi dari usaha menyatukan pesantren dengan anggota masyarakat, sekaligus berkomunikasi tersebut dapat menampung aspirasi dari orang tua santri, masyarakat, sehingga dengan informasi-informasi ini dapat dijadikan landasan untuk mengembangkan pesantren ke arah sistem pendidikan dan pengajaran yang lebih baik, komunikasi dengan masyarakat luas diatur sebagai berikut Waktu pagi mulai ba’da subuh sampai jam mengaji ilmu fiqih, sesudah jam sampai menjelang dzuhur dipergunakan untuk memenuhi tamu yang datang dari dalam/luar daerah/memenuhi hajat seseorang yang baikdalam/luar daerah sepeti walimah, rapat pengajian, kunjungan kekeluargaan,/silaturrahmi baik dengan famili, keluafga dekat, atau sahabat-sahabat sholat dzuhur dipergunakan untuk menyempatkan tidur sebentar Qoilula, sesudah ashar beliau mengajar tafsirWaktu sesudah maghrib sampai menjelang waktu Isya’ dipergunakan untuk keperluan santri yang berhajar sowan, mohon ijin atau hajar lainnya yang menyangkut masalah Tholabul Ilmi/Masa’il-masa’il yang sulit dipecahkan para santriMengajar Al Qur’an dan ilmu alat seperti Nahwu, Sharraf, Balghah dll. Sesudah Isya’ kadang-kadang beliau mengadakan da’wah keagamaan melalui rapat-rapat pengajian baik yang diadakan oleh perorangan atau organisasi Jam’iyah Nahdlatul Ulama’, dalam rangka pembangunan mental agama di lingkungan masyarakat tanpa mengenal lelah, kapan dan dimana Marhum dan perjuangan PENJAJAHAN BELANDA. Pada zaman penjajahan Belanda, Al Marhum selamanya bersikap non cooperation Uzlah dengan pihak pemerintah India-Belanda. Oleh karenanya, segala unsur yang berbau penjajah ditolak dan dilarang oleh Al Marhum. Betapapun kondisi fisik Al Marhum pada saat-saat memuncaknya angkara penjajah, nampak lemah karena usia, namun Al Marhum juga sempat menghadiri rapat-rapat akbar di pelosok-pelosok tanpa mengenal payah. Al Marhum sebagai rakyat dari bangsa suatu Negara, tidak pernah absen dalam perjuangan mengusir penjajah dari bumi Tabligh-tabligh beliau pidato-pidatonya menanamkan rasa kebangsaan yang kuat serta menanamkan keyakinan Iman Islam dan Ikhsan dengan suara Ayat Al Qur’an Hadits Nabi Muhammad saw. Di dalam ikut sertanya Al Marhum merintis Kemerdekaan Negara kita tercinta PENJAJAHAN JEPANGPada saat musim paceklik tengah melanda masyarakat, khususnya di daerah sekitar pondok genggong ditambah lagi keganasan serdadu jepang mengumbar nafsu merampasi kekayaan yang ada pada masyarakat. Peristiwa yang cukup rumit ini,menyebabkan penderitaan kekurangan pangan terhadap penduduk di sekitar Maha Pengasih dan Maha kasih sayang Tuhan yang di salurkannya lewat Almarhum. Sebab tidak jauh dari kediaman Almarhum telah diketemukannya sejenis tumbuhan yang berbentuk bulat-bulat di sawah yang dinamakan ANGGUR BUMI. Buah anggur bumi inilah yang akhirnya menjadi pelepas haus dan makanan masyarakat. Anehnya, walaupun anggur itu berulangkali di ambil malah bertambah banyak. Karna masyarakat benar-benar merasakan mamfaatnya, maka merekapun bersyukur dan berterimakasih kepada perang kemerdekaan bangsa Indonesia, jauh sebelumnya telah dirasakan oleh Almarhum. Namun Almarhum toh memerintahkan kepada putranya yang bernama K. Nasnawi wafat, untuk membentuk barisan pejuang dengan nama “ANSHORUDINILLAH”, sebagai barisan untuk memepertahankan Negara Agama. Dan ini benar, sebab tidak lama kemudian pemberontakan di Surabaya meletus. Kemudian timbul inisiatif dari komandan polisi Kraksaan Bapak Abd. Karim, untuk menjadikan barisan tersebut sebagai pasukan inti digaris depan. Kemudian, berdasarkan hasil musyawarah, nama ANSHODINILLAH itu dirubah menjadi “BARISAN SABILILLAH”.Barisan Sabilillah ini kemudian dikirim ke tulangan Sidoarjo antara lainnya di dalamnya terdapat Non Akhsan, Lora Sufyan, dan situasi yang gawat ini, tidak sedikit para pejuang angkatan 45 yang datang kepada Al Marhum untuk memohon do’a restu, demi kejayaan dan keselamatan perjuangan bangsa melawan penjajah yang akan memasuki kembali wilayah bumi tercinta disaat berkobarnya api perjuangan menghadapi aksi penjajah Belanda dalam class I dan II. Pondok Genggong juga dijadikan sebagai kubu pertahanan gerilyawan- gerilyawan. Disini Al Marhum memberikan gemblengan kepada santri- santrinya memberikan santapan bathin serta mendo’akan bagi gerilyawan- gerilyawan demi keselamatan Al Marhum yang bernama Kiyai Syamsuddin bertempat tinggal di desa Sentong Krejengan Probolinggo dan Ibunda Almarhum bernama Hajjah Khadijah, namun masyarakat memanggil beliau dengan Kiyai Miri dan Nyai Miri. Ayah Bunda Almarhum adalah seorang yang Taqwa kepada Allah, taat ibadahnya, sholatnya dan puasanya, ahli shodaqoh baik kepada santri-santrinya maupun pada masyarakat diri almarhum telah nampak adanya kelebihan- kelebihan sejak kecil dari saudara-saudaranya serta kerabat-kerabatnya. Sifat-sifat yang melekat di dalam dada almarhum, tidak terdapat pada diri saudara-saudara dan kawan-kawannya. Sikap sopan, tawadhu’, ramah tamah pada semua pihak, dermawan, cerdas pikirannya, cepat daya tangkap hafalannya serta teguh daya ingatannya, merupakan sifat yang memang dimiliki oleh almarhum sejak kecil lebih-lebih sikap qana’ah menerima apa adanya.

Niat Tata Cara dan Amalan Sunah Sholat Idul Adha. andie. Sabtu, 09 Juli 2022 | 09:45 WIB. Karomah KH. Hasan Sepuh Genggong, Tolong Tamu Tenggelam Saat Berlayar Dari Daratan. Syubbanul Muslimin Makin Mendunia, Gus Hafidz : Kita Harus Menguasai Multimedia.
Alm. KH. Moh. Hasan GenggongSalah satu karomah Al-Marhum waliyullah KH. Moh. Hasan Genggong diceritakan oleh KH. Akhmad Mudzhar, Situbondo. Beliau bercerita bahwa pada suatu hari selepas sholat Jum’at Almarhum KH. Moh. Hasan Genggong atau yang dikenal dengan kiai sepuh turun dari Masjid jami’ Al-Barokah Genggong menuju dalem rumah/kediaman beliau. Dalam perjalanan antara masjid dan kediamannya, beliau kiai sepuh berjalan sambil berteriak mengucap “Innalillah, Innalillah” sambil menghentak-hentakkan tangannya yang kelihatan basah. Pada waktu itu jam menunjukkan jam Setelah itu, tepat pada hari Senin pagi, ketika Alm. Kiai sepuh menemui tamunya yang juga terdapat KH. Akhmad Mudzar salah seorang santrinya dan perawi kisah ini, datang dua orang tamu menghadap kiai sepuh yang merautkan paras kelelahan seakan-akan baru mengalami musibah yang begitu hebat. Tatkala dua orang tersebut bertemu dan melihat wajah almarhum kiai sepuh, terlontarlah ucapan dari salah seorang dari keduanya. “ini orang yang menolong kita tiga hari yang lalu” ujarnya. Bersamaan dengan itu, Alm. Kiai sepuh mengucap kata “Alhamdulillah” sebanyak tiga kali dengan wajah yang berseri. Dari kejadian tersebut membuat heran KH. Mudzhar dan beliau mengambil keputusan untuk bertanya kepada kedua tamu tersebut, sehingga bercerita tamu tersebut “tiga hari yang lalu, yaitu hari Jum’at kami berdua dan beberapa teman yang lain menaiki perahu menuju Banjarmasin, tiba-tiba perahu oleng akibat angin topan dan perahu kami tak tertolong lagi. Namun kami sempat diselamatkan berkat kehadiran dan pertolongan yang datang dari seorang sepuh yang tidak kami kenal, waktu itu menunjukkan sekitar jam atau ba’da Jumat, setelah itu kami sudah tidak sadar lagi apa yang terjadi hingga kami terdampar di tepi pantai Kraksaan Kalibuntu”. Lalu lanjut cerita tamu tersebut setelah kami sadar, kami merasa sangat gembira dan bersyukur karena masih terselamatkan dari bencana itu. Dan kami ingat bahwa yang menolong kami dari malapetaka tiga hari yang lalu itu adalah orang tua yang nampaknya sangat alim. Hingga hati kami terdorong untuk sowan atau bersilaturrahim kepada kiai yang sepuh yang dekat dengan tempat kami terdampar. Setelah kami bertanya kepada orang-orang yang kami jumpai, “adakah disekitar tempat ini seorang kiai yang sepuh?”. Lalu kami disuruh menuju ke tempat ini Genggong. Setelah sampai disini ternyata orang yang menolong kami waktu itu adalah orang ini. bersamaan dengan itu tangan tamu tersebut menunjuk ke arah Alm. KH. Moh. Hasan buku 150 tahun menebar ilmu di jalan Allah

SatlogiSantri] = praktik [peran kiai dalam menghadapi tantangan globalisasi]. Karena itu, peran kiai di pondok pesantren dalam menghadapi tantangan globalisasi, secara teoritik peneliti jelaskan sebagai berikut: 1. Core values Satlogi Santri di Pesantren Zainul Hasan Genggong Pengembangan kelembagaan pendidikan Pesantren Zainul Hasan Genggong,

Probolinggo, Gontornews — Kiai Hasan Genggong, demikian biasa dipanggil. Ia memiliki nama lengkap KH Muhammad Hasan bin Syamsuddin bin Qoiduddin. Kiai Hasan Genggong lahir pada 27 Rajab 1259 atau 23 Agustus 1840, bertepatan dengan peringatan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW di Desa Sentong, Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo, dari pasangan Kiai Syamsuddin dan Nyai Hasan Genggong, merupakan salah satu pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong ini, merupakan sosok panutan di zamannya. Kealiman dan kewalian Kiai Hasan tak diragukan lagi. Bahkan, pengasuh kedua Pesantren Zainul Hasan Genggong ini juga dikenal sebagai wali Hasan Sepuh, sapaan akrab beliau, mempunyai budi pekerti yang sangat tinggi serta welas asih. Tak hanya kepada sesama manusia, Kiai Hasan juga memberikan kasih sayangnya kepada makhluk lain seperti situs resmi Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, diungkapkan bahwa jejak kesantrian Kiai Hasan Genggong dimulai sejak usia belia sampai dewasa. Dari mondok di sejumlah pesantren di tanah air, berlanjut nyantri ke Mekkah dan masa mudanya, Kiai Hasan Genggong pernah mengenyam pendidikan baik di dalam negeri dan di luar negeri, diantaranya; Pesantren Sentong, Krejengan dibawah asuhan KH. Syamsuddin, Pesantren Sukonsari, Pojentrek-Pasuruan Asuhan KH Mohammad Tamin, Pesantren Bangkalan selama 3 tahun asuhan KH. Mohammad Cholil dan selama 3 tahun di Mekkah Al kalangan ulama sepuh Nahdlatul Ulama NU, Kiai Hasan Genggong senantiasa dijadikan sebagai sosok yang selalu diminta nasihat dan pertimbangan persoalan NU dan proses awal pendirian organisasi NU, almarhum Kiai Hasan Genggong juga diminta pendapat dan nasihat oleh almarhum KH Wahab Hasbullah; KH As’ad Syamsul Arifin; dan para pendiri NU yang lain atas rekomendasi dari Syaikhona Kholil Bangkalan dan Syeikh KH Hasyim Asy’ Hasan Sepuh yang dikenal sebagai sosok ulama dengan kezuhudannya, selalu menjadi tempat rujukan ketika ulama pendiri NU akan mengambil keputusan. Ketika NU lahir pada 1926 pada saat bumi nusantara masih dicengkeram penjajah Belanda, Kiai Hasan Genggong menjadikan Pesantren Genggong sebagai basis perjuangan masa penjajahan, Kiai Hasan Genggong turut berkontribusi dalam mengusir penjajahan, khususnya di wilayah Jawa Timur. Betapapun kondisi fisiknya pada saat-saat memuncaknya angkara penjajah, nampak lemah karena usia, namun Almarhum tetap berusaha menghadiri rapat-rapat akbar di pelosok-pelosok tanpa mengenal juga pada masa penjajahan Jepang, ia dengan sikap tegas melawannya. Ketika itu musim paceklik tengah melanda masyarakat, khususnya di daerah sekitar pondok Kiai Hasan Genggong melawan penjajah mengembara hingga detik-detik kemerdekaan bangsa Indonesia. Sinyal kemerdekaan itu jauh sebelumnya telah dirasakan oleh Kiai ini menjadi jelas ketika ia memerintahkan kepada putranya yang bernama K. Nasnawi wafat, untuk membentuk barisan perjuang dengan nama “Anshorudinillah”, sebagai barisan untuk mempertahankan Negara ini terbukti. Sebab tidak lama kemudian pemberontakan di Surabaya meletus. Kemudian timbul inisiatif dari komandan polisi Kraksaan, Abd. Karim, untuk menjadikan barisan tersebut sebagai pasukan inti di garis depan. Kemudian, berdasarkan hasil musyawarah, nama Anshorudinillah itu diganti menjadi “Barisan Sabilillah”.Dalam situasi yang gawat ini, tidak sedikit para pejuang angkatan 45 yang datang kepada Kiai Hasan untuk memohon doa restu, demi kejayaan dan keselamatan perjuangan bangsa melawan penjajah yang akan memasuki kembali wilayah bumi tercinta Genggong juga dijadikan sebagai kubu pertahanan gerilyawan- gerilyawan. Di sini Kiai Hasan Genggong memberikan gemblengan kepada santri-santrinya memberikan santapan batin serta mendoakan bagi gerilyawan- gerilyawan demi keselamatan mengisi pengajian kitab tafsir di bulan puasa pada tahun 1955, Kiai Hasan mengatakan bahwa santri kembali ke pondok Genggong kala itu diganti tanggal 10 Syawal yang biasanya tanggal 15 Syawal karena menurut Kiai Hasan tanggal 11 Syawal akan ada pengajian besar. Ternyata pada 11 Syawal tersebut Kiai Hasan Genggong wafat di tengah-tengah santri yang sudah kembali ke pesantren. [Fath]
KiaiCep Herry merupakan alumni Pesantren Cipasung yang sanad keilmuan dan tarekatnya kepada Ajengan KH Ilyas adalah murid ayahnya – Abah Ajengan Cipasung. Kenyataannya yang pernah menjabat Rais Aam PBNU itu tidak pernah belajar di pesantren manapun selain pesantren Cipasung. Dari Gurunya inilah silsilah ilmu beliau tersambung
Home Cerita Pagi Sabtu, 22 Januari 2022 - 0500 WIBloading... Kiai Hasan A A A Kiai Hasan Genggong adalah seorang guru sufi yang terkenal sebagai salah satu mursyid alias pembimbing spiritual Thoriqoh Naqsyabandiyah. Ulama yang juga dikenal sebagai Syekh Hasan Genggong lahir di Probolinggo pada 1259 Hijriyah dan meninggal pada 1373 Hijriyah. Dia merupakan ulama dari para wali dan seorang wali dari para hidupnya, ulama ini sosok panutan bagi banyak orang pada zamannya. Kiai Hasan mengabdikan hidupnya untuk mengasuh Yayasan Pendidikan Pesantren Zainul Hasan Genggong pada periode 1865 hingga 1952, seperti dilansir juga Perjalanan Syekh Jumadil Kubro Menyebarkan Islam di MajapahitKini, yayasan pendidikan yang diteruskan oleh para keturunannya semakin dikenal luas di kalangan masyarakat, khususnya di Probolinggo dan Jawa Timur. Ulama ini pernah memberikan doa pada penjajah Belanda Kiai Hasan Genggong sudah tampak sejak ia masih di dalam kandungan sang ibu. Konon, ketika hamil sang ibu bermimpi menelan bulan, mimpi itu diartikan jika kelak anak dalam kandungannya akan menjadi orang yang itu, Kiai Syamsuddin ayahnya juga mengalami hal unik serupa sang istri. Suatu ketika, Kiai Syamsuddin mengisi ceramah di desa lain dan pulang larut jalan mendaki, Kiai Syamsuddin melihat cahaya dari kejauhan memancar dari arah timur. Rupanya, sinar itu berasal dari rumahnya. Saat sang ayah sampai rumah, Kiai Hasan Genggong rupanya sudah adalah Kholifah kedua Pesantren Zainul Hasan Genggong dan intelektual yang produktif menulis kitab, yang meliputi bidang-bidang fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis. Salah satu karyanya adalah kitab Nadham Safinatun Najah. Dia berasal dari keluarga Alawiyyin dari marga Al Qodiri Al Hasani yang merupakan keturunan dari Sultanul Awliya al-Quthub al-Kabir Syekh Abi Muhammad Muhyidin Abdul Qadir al-Jailani, seperti dikutip NU zaman penjajahan Belanda, Kiai Hasan Genggong pernah mendapat kunjungan dari Charles Olke van der Plas dan rombongannya. Saat itu, van der Plas menjabat sebagai gubernur kawasan Jawa Timur. Ia meminta Kiai Hasan Genggong berkenan mendoakannya. cerita pagi kisah ulama belanda mendoakan orang lain Baca Berita Terkait Lainnya Berita Terkini More 3 menit yang lalu 12 menit yang lalu 31 menit yang lalu 31 menit yang lalu 1 jam yang lalu 1 jam yang lalu

564views, 23 likes, 7 loves, 4 comments, 11 shares, Facebook Watch Videos from Muhammad Hendra: Kitab Karya KH. Moh. Hasan Genggong

LogoMA Zainul Hasan 1 Genggong. Sejak periode ketiga tahun 1952 hingga saat ini, Pesantren Zainul Hasan telah mengalami perubahan-perubahan mendasar pola penerapan dan pengembangan pendidikan yang dikelolanya.
. 260 300 413 120 292 194 339 95

amalan kh hasan genggong